Oleh
: a. aliga
Hipokrisi
adalah secara terbuka menyatakan memiliki sikap atau bertingkah laku tertentu,
tetapi kemudian bertindak dengan cara yang tidak konsisten dengan sikap atau
tingkah laku tersebut. Kata hipokrisi didapat dari ὑπόκρισις (hypokrisis),
yang artinya "cemburu", "berpura-pura", atau
"pengecut". Dalam bahasa indonesia sendiri sering disebut
sebagai "munafik". (wikipedia).
Dalam kontekstual saya
hipokrisi atau kemunafikan dapat pula mengandung arti kepura-puraan atau menyuruh atau menasihati orang lain
melakukan hal yang baik namun dia sendiri melakukan hal sebaliknya.
Firman Allah :
{Q.S As-Shaff : 3} كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ
Yang Artinya : “Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu
kerjakan”.
Tidak didapati lagi pertentangan bagi
kita tentang tolak ukur kemunafikan yang
ditetapkan oleh Allah dan apa
konsekuensi yang ditetapkan olehNya, sampai kepada titik ini kita telah sepakat
bahwa Hiprokasi dalam kondisi apapun merupakan bad habit.
Dalam Pembahasan selanjutnya,
saya akan mencoba mengkupas dinamika pergerakan mahasiswa, Dalam sejarah perjalanan bangsa pasca kemerdekaan Indonesia,
mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan.
Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa Lima Belas Januari (MALARI)
tahun 1974, dan terakhir pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 adalah tonggak
sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia. Sepanjang itu pula mahasiswa
telah berhasil mengambil peran yang signifikan dengan terus menggelorakan
energi “perlawanan” dan bersikap kritis membela kebenaran dan keadilan sebagai parlement jalanan.
Refleksi
Gerakan Mahasiswa yang ideal
Gerakan Mahasiswa ideal adalah
gerakan mahasiswa yang memiliki nilai- nilai kebenaran yang dapat
dipertanggungjawabkan, berpihak pada kepentingan rakyat, aktivitas amal nyata,
konsisten dan tidak terjebak pada kepentingan materi ( uang) dan kekuasaan,
Berbeda dengan partai politik yang berorientasi kekuasaan, gerakan mahasiswa
memperjuangkan nilai (values) yang berkaitan dengan kehidupan mahasiswa.
Gerakan mahasiswa adalah seperangkat kegiatan mahasiswa yang bergerak menentang
dan mempersoalkan realitas objektif yang dianggap bertentangan dengan realitas
subjektif mereka. Hal ini teraplikasi melalui aksi-aksi revolusioner dari yang
bersifat lunak hingga sangat keras seperti pembuatan pamflet, penyebaran
poster, pembuatan tulisan di media massa, diskusi-diskusi politik, lobi,
dialog, petisi, mimbar bebas, pawai dikampus, aksi turun kejalan hingga mogok
makan. Hal tersebut dilakukan bukan karena bukan pilihan karena mereka telah
melihat sinyal adanya nilai- nilai “ suci” atau “ ideal” dan bahkan
“universial’ yang tidak berpihak kepada rakyat.
Akan
tetapi dewasa ini, dimanakah taring gerakan mahasiswa tersebut ? Gerakan
mahasiswa ternyata ikut larut juga dalam kondisi sosial budaya masyarakat kita,
mereka mulai tergerus dalam perjalanan zaman. Mereka lebih memilih untuk berada
di zona nyaman mereka dari pada harus bersuara dalam aspirasi rakyat. Arah
gerakan mahasiswa sudah tidak lagi berbicara konteks memperjuangkan kepentingan
masyarakat tertindas, tetapi lebih berbicara apa yang dapat diuntungkan dari
situasi yang sulit ini, bahkan mereka rela menggadaikan idealisme mereka dengan
mencari muka dipanggung politik atas nama rakyat. Gerakan mahasiswa juga sering
terlalu berani dan lurus tanpa konsep yang matang, sehingga mudah sekali
dibaca, dikendalikan, dan akhirnya dimanfaatkan gerakan kelompok yang
berkepentingan.
Hipokrisi Gerakan Mahasiswa
Pertanyaan mendasar bagi kita adalah
kenapa dan mengapa gerakan mahasiswa sampai mengalami hipokrisi, dalam fakta
eksplisit sejarah bangsa Indonesia gerakan mahasiswa selalu nampak objektif
dalam dinamikanya, konsisten dan lantang dalam menyuarakan kebenaran hakiki,
namun dasar dalam konsep perjuangan yakni modal utama yang perlu dibangun
sebagai character building pergerakan
adalah mental set up, mental structur dan
mental attitude dari penyokongnya, saya melihat ada empat hal yang cukup
menonjol dari mentalitas para aktivis pergerakan ini. Pertama, mentalitas permisif. Kondisi ini begitu nampak jelas dari
kebolehan melanggar apa saja tanpa ada resiko yang berarti, kita juga
menyaksikan public dishonesty atau public
lies yang kerap dilakukan Mahasiswa, berteriak anti korupsi padahal maniak
korupsi jam kuliah.
Kedua, money politic yang semakin meluluh-lantahkan nilai
kebenaran, gerakan mahasiswa tidak lagi tangkas merespons polemik bangsa jika
tidak ada uang, teriakan kebenaran melenceng ketika uang datang, Mata Elang
akan berubah jadi mata Bebek ketika dihadapkan pada uang, tidak heran Prof
Marvin Jones dosen Universitas Chicago mengatakan hakikat politik uang itu : “Follow the money”. Inilah mengapa para
analis yang semula vokal dan kritis dalam menyuarakan hak tiba-tiba melempem
dan berbalik 180 derajat ketika disumpal uang.
Ketiga, egosentris. Inilah yang paling kelewatan, mementingkan diri
sendiri atau kelompoknya dengan mengatas-namakan kepentingan rakyat.
Keempat, tidak adanya kesatuan ide dan karakter perjuangan. Gerakan
mahasiswa saat ini seolah terbukukan oleh label organisasi masing-masing, erat
kaitanya dengan egosentris dan gengsi kelompok.
Hipokrisi ini pastilah
dimiliki semua orang sebab tidak ada manusia yang benar-benar lurus seperti
nabi Muhammad SAW, saya sendiri pun pasti tidak terbebas dari hipokrisi ini,
namun jika deviasinya terlalu panjang tentu inilah yang akan menjadi boomerang
peradabaan moralitas.
“Aku
ingin agar mahasiswa-mahasiswa ini menyadari bahwa mereka adalah the happy
selected few, yang dapat kuliah, dan karena itu mereka harus menyadari dan
melibatkan diri dalam perjuangan bangsanya. Dan kepada rakyat aku ingin
tunjukkan, bahwa mereka dapat mengharapkan perbaikan-perbaikan dari keadaan
dengan meyatukan diri di bawah pimpinan patriot-patriot universitas”. (Soe Hok Gie)