Selasa, 09 Oktober 2012

Hipokrisi dalam dinamika pergerakan Mahasiswa

Oleh : a. aliga

           Hipokrisi adalah secara terbuka menyatakan memiliki sikap atau bertingkah laku tertentu, tetapi kemudian bertindak dengan cara yang tidak konsisten dengan sikap atau tingkah laku tersebut. Kata hipokrisi didapat dari ὑπόκρισις (hypokrisis), yang artinya "cemburu", "berpura-pura", atau "pengecut". Dalam bahasa indonesia sendiri sering disebut sebagai "munafik". (wikipedia).

            Dalam kontekstual saya hipokrisi atau kemunafikan dapat pula mengandung arti kepura-puraan atau menyuruh atau menasihati orang lain melakukan hal yang baik namun dia sendiri melakukan hal sebaliknya.
            Firman Allah :
                         {Q.S As-Shaff : 3} كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ
Yang Artinya : “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.
            Tidak didapati lagi pertentangan bagi kita tentang  tolak ukur kemunafikan yang ditetapkan oleh  Allah dan apa konsekuensi yang ditetapkan olehNya, sampai kepada titik ini kita telah sepakat bahwa Hiprokasi dalam kondisi apapun merupakan bad habit.
            Dalam Pembahasan selanjutnya, saya akan mencoba mengkupas dinamika pergerakan mahasiswa,
Dalam sejarah perjalanan bangsa pasca kemerdekaan Indonesia, mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan.  Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa  Lima Belas Januari (MALARI) tahun 1974, dan terakhir pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 adalah tonggak sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia.  Sepanjang itu pula mahasiswa telah berhasil mengambil peran yang signifikan dengan terus menggelorakan energi “perlawanan” dan bersikap kritis membela kebenaran dan keadilan sebagai parlement jalanan.
           
Refleksi Gerakan Mahasiswa yang ideal


Gerakan Mahasiswa ideal adalah gerakan mahasiswa yang memiliki nilai- nilai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan, berpihak pada kepentingan rakyat, aktivitas amal nyata, konsisten dan tidak terjebak pada kepentingan materi ( uang) dan  kekuasaan, Berbeda dengan partai politik yang berorientasi kekuasaan, gerakan mahasiswa memperjuangkan nilai (values) yang berkaitan dengan kehidupan mahasiswa. Gerakan mahasiswa adalah seperangkat kegiatan mahasiswa yang bergerak menentang dan mempersoalkan realitas objektif yang dianggap bertentangan dengan realitas subjektif mereka. Hal ini teraplikasi melalui aksi-aksi revolusioner dari yang bersifat lunak hingga sangat keras seperti pembuatan pamflet, penyebaran poster, pembuatan tulisan di media massa, diskusi-diskusi politik, lobi, dialog, petisi, mimbar bebas, pawai dikampus, aksi turun kejalan hingga mogok makan. Hal tersebut dilakukan bukan karena bukan pilihan karena mereka telah melihat sinyal adanya nilai- nilai “ suci” atau “ ideal” dan bahkan “universial’ yang tidak berpihak kepada rakyat.
            Akan tetapi dewasa ini, dimanakah taring gerakan mahasiswa tersebut ? Gerakan mahasiswa ternyata ikut larut juga dalam kondisi sosial budaya masyarakat kita, mereka mulai tergerus dalam perjalanan zaman. Mereka lebih memilih untuk berada di zona nyaman mereka dari pada harus bersuara dalam aspirasi rakyat. Arah gerakan mahasiswa sudah tidak lagi berbicara konteks memperjuangkan kepentingan masyarakat tertindas, tetapi lebih berbicara apa yang dapat diuntungkan dari situasi yang sulit ini, bahkan mereka rela menggadaikan idealisme mereka dengan mencari muka dipanggung politik atas nama rakyat. Gerakan mahasiswa juga sering terlalu berani dan lurus tanpa konsep yang matang, sehingga mudah sekali dibaca, dikendalikan, dan akhirnya dimanfaatkan gerakan kelompok yang berkepentingan.


Hipokrisi Gerakan Mahasiswa
            Pertanyaan mendasar bagi kita adalah kenapa dan mengapa gerakan mahasiswa sampai mengalami hipokrisi, dalam fakta eksplisit sejarah bangsa Indonesia gerakan mahasiswa selalu nampak objektif dalam dinamikanya, konsisten dan lantang dalam menyuarakan kebenaran hakiki, namun dasar dalam konsep perjuangan yakni modal utama yang perlu dibangun sebagai character building pergerakan adalah mental set up, mental structur dan mental attitude dari penyokongnya, saya melihat ada empat hal yang cukup menonjol dari mentalitas para aktivis pergerakan ini. Pertama, mentalitas permisif. Kondisi ini begitu nampak jelas dari kebolehan melanggar apa saja tanpa ada resiko yang berarti, kita juga menyaksikan public dishonesty atau public lies yang kerap dilakukan Mahasiswa, berteriak anti korupsi padahal maniak korupsi jam kuliah.
            Kedua, money politic yang semakin meluluh-lantahkan nilai kebenaran, gerakan mahasiswa tidak lagi tangkas merespons polemik bangsa jika tidak ada uang, teriakan kebenaran melenceng ketika uang datang, Mata Elang akan berubah jadi mata Bebek ketika dihadapkan pada uang, tidak heran Prof Marvin Jones dosen Universitas Chicago mengatakan hakikat politik uang itu : “Follow the money”. Inilah mengapa para analis yang semula vokal dan kritis dalam menyuarakan hak tiba-tiba melempem dan berbalik 180 derajat ketika disumpal uang.
            Ketiga, egosentris. Inilah yang paling kelewatan, mementingkan diri sendiri atau kelompoknya dengan mengatas-namakan kepentingan rakyat.
            Keempat, tidak adanya kesatuan ide dan karakter perjuangan. Gerakan mahasiswa saat ini seolah terbukukan oleh label organisasi masing-masing, erat kaitanya dengan egosentris dan gengsi kelompok.

            Hipokrisi ini pastilah dimiliki semua orang sebab tidak ada manusia yang benar-benar lurus seperti nabi Muhammad SAW, saya sendiri pun pasti tidak terbebas dari hipokrisi ini, namun jika deviasinya terlalu panjang tentu inilah yang akan menjadi boomerang peradabaan moralitas.
             Aku ingin agar mahasiswa-mahasiswa ini menyadari bahwa mereka adalah the happy selected few, yang dapat kuliah, dan karena itu mereka harus menyadari dan melibatkan diri dalam perjuangan bangsanya. Dan kepada rakyat aku ingin tunjukkan, bahwa mereka dapat mengharapkan perbaikan-perbaikan dari keadaan dengan meyatukan diri di bawah pimpinan patriot-patriot universitas”.  (Soe Hok Gie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar